Kisah Cinta
Suatu
ketika, terdapat sebuah pulau tempat tinggal seluruh perasaan: Kebahagiaan, kesedihan, pengetahuan, dan masih banyak lagi
yang lain. Termasuk diantaranya, CINTA. Suatu hari di umumkan kepada seluruh perasaan bahwa pulau tersebut tidak lama lagi
akan tenggelam, sehingga seluruh perasaan yang ada segera mempersiapkan perahunya untuk pergi.
Cinta
ingin terus bertahan hingga detik-detik terakhir. Saat pulau hampir tenggelam, barulah cinta berpikir untuk meminta bantuan.
Kekayaan lewat didepannya dengan kapal yang megah. Cinta berkata, "kekayaan, bolehkah aku pergi bersamamu?" kekayaan menjawab,
"tidak bisa, kapalku penuh dengan emas dan permata, tidak ada lagi ruang yang tersisa."
Cinta memutuskan untuk
bertanya pada kesombongan yang melewatinya dengan kapal yang indah. "kesombongan, tolong selamatkan aku!", "cintaku sayang,
aku tidak bisa membantumu. Kamu basah sekali, nanti merusak kapalku yang indah".
Kesedihan
tampak berlayar didekat pulau. Cinta pun berteriak "kesedihan, ijinkan aku pergi bersamamu!". "Aduh cinta, aku terlalu sedih.
Sekarang aku hanya ingin menyendiri, kamu tidak bisa ikut denganku".
Setelah beberapa
saat, kebahagiaan pun tampak di kejauhan, tapii..dia terlalu bahagia sehingga dia tidak mendengar saat cinta memanggilnya,
Tiba-tiba terdengar suara, "cinta, ikutlah denganku". Muncullah sosok tua dengan kapalnya
yang tak kalah tua namun berkesan agung dan anggun berwibawa. Cinta merasa sangat bersyukur, langsung naik ke kapal. Akibat
terlalu girang bisa selamat dari pulau perasaan yang tenggelam, saat mencapai daratan kering, cinta lupa menanyakan nama sosok
tersebut hingga sosok tersebut hilang menjauh ditelan cakrawala, melanjutkan perjalanannya.
Sadar
betapa besar utang budinya kepada sosok tua tersebut, cinta pun bertanya kepada pengetahuan, sesepuh para perasaan yang ditemuinya
di pulau itu. "Siapakah yang telah menolongku?", "dia adalah Waktu!", jawab pengetahuan. "Waktu?" tanya cinta setengah tidak
percaya. "Tapi mengapa waktu bersedia menolongku?" pengetahuan tersenyum dengan penuh kebijaksanaan dan menjawab, "karena
hanya waktu yang dapat memahami betapa besar arti sebuah cinta".
Last Published 9/6/2006
Pohon
yang Menanti Hujan
Sebatang pohon tegak
berdiri diatas tanah yang gersang mencoba untuk bertahan hidup. Dia mengenang masa mudanya yang hijau dan menyegarkan mata.
Setelah hujan tak kunjung datang, hilanglah sedikit demi sedikit kesegaran hijau daunnya dan kulit batangnya mulai mengelupas.
Setiap
saat mendung datang pohon ini tersenyum, dan saat mendung diatasnya dia bersorak. Tapi, alangkah kecewanya dia saat mendung
itu hanya melintas diatasnya dan menumpahkan hujan di bukit hijau yang jauh disana. Dia mencoba menghibur dirinya. Mungkin
di bukit yang hijau itu ada makhluk yang kehausan.
Ah ada mendung datang lagi, katanya bersorak. Saat mendung itu nyaris
menurunkan hujan diatasnya, ada angin yang meniup mendung itu ke lautan nuun jauh disana dan mendung itu menumpahkan isinya
kesana.
Pohon itu menghela nafas lagi, barangkali lautan sedang kekurangan air, makanya hujan turun disana desahnya.
Ada
lagi mendung datang dan pohon itu masih berharap agar mendung menumpahkan hujan keatasnya. Lagi-lagi mendung hanya melewatinya
dan menumpahkan hujan ke sungai.
Kali ini pohon tidak berharap mendung datang kearahnya. Dia hanya berdoa dan berdoa
untuk mendapatkan hujan tanpa melihat kearah mana mendung mengarah.
Tetesan hujan jatuh dengan lembut ke daun-daunnya
yang mengering, pohon itu menoleh. Mendung tersenyum padanya dan menurunkan hujan padanya, menghilangkan dahaganya akan kerinduan
hujan yang sudah begitu lama. Pohon itu menyambut hujan dengan penuh rasa syukur pada Sang Pencipta. Dia menikmati tetesan
demi tetesan hujan itu pada daunnya dan tersenyum bahagia.
Akhirnya penantiannya berakhir, daun-daunnya mulai menghijau
lagi dan dia bisa tersenyum dengan riang gembira seperti dulu.
Last Published 9/6/2006
TEMPAYAN RETAK
Seorang tukang air memiliki dua tempayan, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan yang di bawa menyilang
pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, yang satunya tidak. Tempayan yang tidak retak selalu dapat membawa air dengan
penuh dari mata air ke rumah majiannya, sedang tempayan yang retak hanya dapat membawa air setengah porsi air.
Selama dua tahun hal itu terjadi setiap hari. Tempayan yang tidak retak bangga terhadap prestasinya karena dapat menunaikan
tugas dengan baik. Sementara tempayan yang retak merasa berkecil hati karena ia merasa selalu merugikan Si tukang air.
Tertekan dengan kegagalan ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya
sendiri dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa?" Tanya Si tukang air. "kenapa kamu merasa malu?"
"Selama dua tahun ini, saya hanya dapat membawa setengah porsi air kerena retakan pada sisi sayang yang telah membuat
air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju jalan ke rumah. Karena cacatku itu saya membuatmu rugi," Kata tempayan
retak.
Si tukang air merasa kasihan kepada tempayan retak itu dan berkata, "jika kita kembali kerumah majikan besok, aku
ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang perjalanan."
Benar, ketika mereka naik kebukit, si tempayan retak memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan dan itu membuat
dirinya sedikit terhibur.
Kata si tukang air kepada si tempayan retak, "apakah kamu memperhatikan bunga-bunga disisi jalan tadi ada pada sisi
mu tapi tidak ada pada sisi tempayan yang satunya. Itu karena aku menyadari bahwa cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah
menanam benih-benih di sepanjang jalan di sisimu. Setiap hari jika kita pulang dari mata air, kamu menyinari benih-benih itu
untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu adanya, majikan kita dapat menghias rumahnya seindah sekarang."
(Last Published : 27/1/2007)
|